Dilema Minoritas dalam bernegara

Pancasila menjadi salah satu pilar Indonesia dalam bernegara dan berkeyakinan. Dalam perjalanan usia Pancasila yang sudah sangat matang, menurut saya sangat berpengaruh dalam kedewasaan berpikir masyarakat. Sejumlah pasal dalam Undang-undang sudah sangat jelas membela masyarakat dalam memiliki agama dan kepercayaan serta hidup sebagai warga negara. Kesetaraan dalam bernegara tidak memberlakukan tingkat kelasnya atau kasta dalam peraturan-peraturan yang ada di negara.

Kecenderungan yang terjadi adalah dilema pemimpin dalam menerapkan peraturan yang sudah ada. Dilema pemerintah biasanya timbul diakibatkan oleh desakan kelompok masyarakat tertentu sehingga sulit untuk menerapkan nilai-nilai yang ada dalam peraturan negakara. Tidak jarang kita melihat perbedaan yang terjadi dalam bermasyarakat.

Jumlah statistik yang membedakan angka besar atau kecilnya jumlah suatu kelompok menjadi tolak ukur dalam memberikan peraturan dengan pengaruh mayoritas jumlah tersebut lebih dominan. Untuk jumlah manusia normal misalnya peraturan lalu lintas yang berpihak lebih dominan tanpa memberikan ruang ataupun jika diberikan ruang, sangatlah minim misalnya untuk disabilitas. Untuk peraturan pendirian rumah ibadah misalnya, untuk agama dominan di negara ini sangat mudah diberikan ijin pendirian ataupun tanpa ijin yang jelas, dapat berdiri. Namun untuk agama dengan jumlah minor tidak mendapatkan hak dengan baik atau cenderung dipersulit dengan berbagai peraturan dan kelengkapan-kelengkapan berkas di daerah tertentu.

Tentunya sebagai warga negara dengan berbagai perbedaan tersebut, masyarakat dengan keminoritasannya akan semakin sulit menjadi warga negara yang baik dalam tatanan bernegara. Padahal jika ditarik dari kesejarahan berdirinya bangsa ini dengan berbagai perbedaan, sangat baik setiap perbedaan tersebut dengan tidak adanya kelas mayoritas ataupun minoritas. Kita sama dalam hak dan kewajiban berbangsa dan bernegara.

Merdeka...

Comments

Popular Posts