SEBUAH CERITA KONYOL
Bangun pagi rasanya dingin, tak mau aku beranjak dari tempat tidur dengan badan berlapis selimut tebal. Kata orang Medan, panas, tapi beda kalau dirumahku ini, rasanya dingin layaknya kampungku di Tarutung. Ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 07.10, badanku harus ku paksa untuk bangkit, melanjutkan aktivitas sehari-hari. Maklum lha, tadi malam hujan mengguyur kota Medan dan itu membuat tidur semakin mengasyikkan. Dalam benakku sudah jelas-jelas terpikirkan kata “telat”. Bergegas mandi, danmemburu waktu ke tempat kerja.
Di perjalanan, banyak hal unik yang kutemukan,
Salah satunya, seorang Ibu yang dalam kondisi sakit jiwa, membaca puisi di selembar koran yang dibentangkannya, setelah dibacanya satu kalimat, dia menghadap langit dan mulai mencoba merenungi makna kalimat perkalimat daripuisi yang di bacanya. Dalam benakku terlintas kata “puitis”.
Kembali lagi ku temui Ibu dengan ukuran badan big size, rambut panjang dan diikat seperti ekor kuda membawa sebuah angkutan 110 umum arah ke Marelan, dengan gayanya laksana supir profesional, dibawanya penumpang dalam perjalanan tersebut. Kalau yang satu ini etrlintas dibenakku kata “spektakuler”. Walau dalam hati aku emrasa itu mungkin karna mencari kebutuhan hidup untuk bertahan dalam kehidupan yang pahit ini.
Dilanjutkan lagi dengan seorang ibu dengan botol-botol plastik berisikan air kaporit, entah apa gunanya, sampai sekarang pun kurang ku mengerti. Dengan botol-botol yang isinya penuh dan banyak, dia menjajakannya di sepanjang jalan dari rumah-ke rumah. Dalam hati aku merasa “kasihan”.
Aku melihat lagi dipinggiran jalan dibawah lampu lalu-lintas, seorang Ibu dengan keadaan tangan keduanya tidak punya jari, mencari nafkah dengan cara mengemis, sedih rasanya. Kubandingkan dengan sekelilingku ketika aku mahasiswa, banyak teman-temanku mencoba melakukan perawatan terhadap kulit, perawatan terhadap rambut, dan perawatan lainnya. Tapi ibu yang mengemis tersebut harus berjemur, mencoba untuk menghitamkan kulit, membedaki wajahnya dengan debu-debu yang beterbangan. Aku tak mampu menerima kenyataan ini, jadinya aku mulai menundukkan kepala, berdoa supaya ibu tersebut dapat mencukupi kebutuhannya.
Tapi yang satu ini membuat aku kesal, seorang lelaki yang bekerja sebagai seorang pengemis, katanya dia sudah 4 tahun menjadi pengemis. Dan dia sudah bisa beli kereta dari pekerjaannya tersebut. Dalam benakku terlintas “dasar”. Memang kalau dipikir-pikir semisal pengemis-pengemis yang duduk di bawah tangga pusat perbelanjaan. Sekitar 2000 orang datang ke perbelanjaan tersebut, kalau seandainya orang –orang memberi Rp.500,- dikalikan dengan 500 orang, dipastikan pendapatan pengemis tersebut sebesar Rp. 25.000,- dengan pendapatan terendah hanya dengan modal duduk,pakaian lusuh dan kaleng bekas tempat duit tersebut. Kalau dari segi ekonomi, ini adalah aktivitas dengan modal yang sekecil-kecilnya, untung yang sebesar-besarnya.
Cocok juga ini jadi usaha untuk anda kalau sudah tak punya uang lagi.
^_^
Di perjalanan, banyak hal unik yang kutemukan,
Salah satunya, seorang Ibu yang dalam kondisi sakit jiwa, membaca puisi di selembar koran yang dibentangkannya, setelah dibacanya satu kalimat, dia menghadap langit dan mulai mencoba merenungi makna kalimat perkalimat daripuisi yang di bacanya. Dalam benakku terlintas kata “puitis”.
Kembali lagi ku temui Ibu dengan ukuran badan big size, rambut panjang dan diikat seperti ekor kuda membawa sebuah angkutan 110 umum arah ke Marelan, dengan gayanya laksana supir profesional, dibawanya penumpang dalam perjalanan tersebut. Kalau yang satu ini etrlintas dibenakku kata “spektakuler”. Walau dalam hati aku emrasa itu mungkin karna mencari kebutuhan hidup untuk bertahan dalam kehidupan yang pahit ini.
Dilanjutkan lagi dengan seorang ibu dengan botol-botol plastik berisikan air kaporit, entah apa gunanya, sampai sekarang pun kurang ku mengerti. Dengan botol-botol yang isinya penuh dan banyak, dia menjajakannya di sepanjang jalan dari rumah-ke rumah. Dalam hati aku merasa “kasihan”.
Aku melihat lagi dipinggiran jalan dibawah lampu lalu-lintas, seorang Ibu dengan keadaan tangan keduanya tidak punya jari, mencari nafkah dengan cara mengemis, sedih rasanya. Kubandingkan dengan sekelilingku ketika aku mahasiswa, banyak teman-temanku mencoba melakukan perawatan terhadap kulit, perawatan terhadap rambut, dan perawatan lainnya. Tapi ibu yang mengemis tersebut harus berjemur, mencoba untuk menghitamkan kulit, membedaki wajahnya dengan debu-debu yang beterbangan. Aku tak mampu menerima kenyataan ini, jadinya aku mulai menundukkan kepala, berdoa supaya ibu tersebut dapat mencukupi kebutuhannya.
Tapi yang satu ini membuat aku kesal, seorang lelaki yang bekerja sebagai seorang pengemis, katanya dia sudah 4 tahun menjadi pengemis. Dan dia sudah bisa beli kereta dari pekerjaannya tersebut. Dalam benakku terlintas “dasar”. Memang kalau dipikir-pikir semisal pengemis-pengemis yang duduk di bawah tangga pusat perbelanjaan. Sekitar 2000 orang datang ke perbelanjaan tersebut, kalau seandainya orang –orang memberi Rp.500,- dikalikan dengan 500 orang, dipastikan pendapatan pengemis tersebut sebesar Rp. 25.000,- dengan pendapatan terendah hanya dengan modal duduk,pakaian lusuh dan kaleng bekas tempat duit tersebut. Kalau dari segi ekonomi, ini adalah aktivitas dengan modal yang sekecil-kecilnya, untung yang sebesar-besarnya.
Cocok juga ini jadi usaha untuk anda kalau sudah tak punya uang lagi.
^_^
Comments
Post a Comment