Pemimpin ber(itik)a

Siapa yang tidak senang jika pemimpin punya mental melayani bukan dilayani. Yang dimana pada masa sekarang sangat jarang didapatkan, apa lagi di zaman globalisasi ini. Semua pasti berlomba-lomba untuk dilayani dan hidup senang sendiri (individualistis). Mencari pemimpin yang seperti diatas, ibaratkan “mencari berlian didasar laut.” Hal itu tidak dipungkiri lagi dengan melihat kondisi bangsa yang sudah dipenuhi oleh orang-orang yang korup alias “pencuri”. Sehingga dengan keberadaan para penggiat korupsi membuat bangsa ini miskin.

Pertanyaannya adalah apakah korupsi merupakan penjahat kemanusiaan atau tidak? Tentu! Menurut analisa penulis, korupsi adalah penjahat kemanusiaan. Dimana secara tidak langsung dengan perbuatan korupsinya dapat mimiskinkan orang lain dan juga negara ini akan hancur. Sebagaimana dengan definisi korupsi secara sederhana, dapat dikatakan bahwa korupsi itu adalah suatu tingkah laku atau tindakan seseorang yang melanggar norma-norma yang berlaku serta mengabaikan sebuah tanggungjawab. Dengan kata lain juga, korupsi dapat dikatakan orang-orang yang telah menyimpang dari nilai-nilai keagamaan dan sudah tidak mempunyai moral. Serta kalau ditinjau dari segi politisnya adalah orang yang telah menyalahgunakan jabatan untuk meraih keinginannya sendri.

Tidak ada satu pun agama yang memperbolehkan tindakan korupsi. Kegiatan korupsi harus ditindak tegas secara hukum. Itu semua tergantung siapa yang memimpin bangsa dan negara ini. Jika pemimpinnya “loyo” alias “tidak tegas” pasti koruptor akan semakin berkeliaran dan berkembang. Maka tidak salah jika seorang pemimpin dapat membawa sesuatu perubahan.

Dalam kehidupan ini tidak terlepas dari daya juang pemimpin dalam mengorganisir yang dipimpinnya, agar dapat terbebas dari segala pergumulan dalam sebuah bangsa tersebut. Teladan pemimpin sangatlah memberikan dampak besar kepada rakyatnya. Ketika potret pemimpin sudah dominan menyimpang maka tidak lain yang dipimpinnya juga akan meyimpang dari fungi dan tugasnya. Hal itu merupakan sebuah yang paralel atau pun sebuah hal yang sifatnya kesatuan. Karena seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi yang dipimpin. Inilah yang paling dominan di republik ini. Perilaku yang menyimpang sering sekali menjadi “budaya” yang edan, sedangkan, perilaku yang positif sangat jarang menjadi aktualisasi diri.

Memulai dari Sejak Dini
Melahirkan pemimpin yang beretika dan memiliki jiwa pelayan itu harus dimulai sejak dini. Dengan kata lain, mempersiapkan pemimpin yang punya spritualitas yang baik dan bersahaja, harus dimulai dari pendidikan keluarga. Penanaman dari segi moral dan agama harus ditanamkan ketika anak itu masih kecil. Sehingga melalui pendidikan yang diajarkan orang tua itu dapat terpatri dalam jiwa dan batin si anak tersebut. Walau pun ada sebahagian kecil dari pembinaan orang tua dalam menjadikan anak yang baik dan bermoral melenceng. Namun yang harus diketahui adalah, secara hakikatnya tugas orang tua dalam menjadikan anak menjadi rohani dan prilaku yang baik sudah dilakukan. Selebihnya, itu tergantung dari si anak ketika dia sudah beranjak dewasa. Pastinya secara psikologi di dalam pertumbuhannya menjadi dewasa, ia mempunyai keputusan dalam mengarahkan hidupnya atau arah kemana yang harus dituju dalam kehidupannya.

Tentunya kajian seperti itu haruslah menjadi perhatian kita, ketika kita mau membebaskan bangsa dan negara ini dari perilaku yang tidak terpuji itu. Tidak ada jalan lain selain mempersiapkan dari dini pemimpin masa depan. Karena, secara sosiologi, manusia akan mengalami kepunahan dan mempunyai tunas yang baru. Nah, dari tunas yang baru inilah orang tua dan pemerintah boleh memberikan kaderisasi yang baik. Apakah itu secara rohani dan jasmani.

Peran Keluarga dan Pemerintah
Secara tanggungjawab, peran orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga tidak bisa hanya sebatas uraian konsep atau pun teoritis. Kenapa? Seorang anak lebih cepat mengingat dari apa yang dilakukan orang tua secara nampak/praktik, daripada suguhan konsep alias modal ongomong doang. Dari perilaku orang tua anak akan mencoba merekam secara tidak langsung didalam benak mereka. Yang kemudian akan mempengaruhi karakter anak dalam bertingkah laku. Bisa disebut juga, “pohon tidak jauh dari buahnya.” Maka, dari perilaku orang tua yang baik dalam bersikap dan mendidik, otomatis anak akan mengikuti karakter positif dari orang tua. Senada dengan itu, pemimpin keluarga mempunyai peran penting dalam menciptakan pemimpin yang melayani yang anti terhadap korupsi.

Berangkat dari analisa diatas, dapat dikatakan bahwa, peran keluarga masa kini ternyata dapat meminimalisir atas tindakan korupsi yang terjadi secara turun temurun. Ketika dari keluarga absen dalam mendidik anak, dalam meninggalkan teladan yang baik, jangan harap kalau negara ini dapat tertata dengan rapi dan penuh dengan masyarakat yang bijaksana.

Selain peran keluarga dalam menjadikan pemimpin yang bertanggungjawab dan bermoral. Pemerintah harus memperhatikan pendidikan dalam setiap keluarga. Pemerintah bukan hanya memperhatikan birokrasi negara saja. Akan tetapi, fenomena korupsi akan tercegah jika pemerintah mempunyai prinsip dan serius dalam menjadikan keluarga yang sakinah, rukun dan terlebih lagi memenuhi kebutuhan setiap keluarga. Dari sikap pemerintah yang begitu, otomatis Indonesia akan terbebas dari perilaku kejahatan korupsi. Pemerintah jangan hanya bertugas untuk memberikan hukuman saja kepada orang yang korup, akan tetapi peran yang krusial yang harus dibangun dalam pemahaman pemerintah adalah bagaimana memutus mata rantai dengan melakukan pembinaan kepada warganya. Sehingga melalui pembinaan yang rutin yang diselenggarakan oleh pemerintah akan memberikan buah yang baik. Dan dari situ juga akan terlahir pemimpin-pemimpin masa depan yang handal, yang anti terhadap korupsi dan yang berpihak kepada nilai-nilai Pancasila.

Comments

Popular Posts