Dr. Johannes Leimena

"Om Jo" begitu ia biasa disapa oleh orang-orang yang akrab atau mengenalnya secara dekat. Semasa hidupnya dikenal bukan saja sebagai dokter yang baik, tulus, jujur dan setia kawan melainkan juga seorang negarawan sejati yang profesional, terbuka, sederhana, dan kuat imannya. Ia lahir pada 6 Maret 1905 di tengah-tengah keluarga guru. Orangtuanya adalah guru sekolah di kota Ambon. Sejak usia 5 tahun, setelah ayahnya meninggal, ia diasuh oleh pamannya yang juga seorang guru.

Disiplin Sejak Kecil

--------------------

Tahun 1914, J. Leimena hijrah ke Batavia (Jakarta) mengikuti sang paman. J. Leimena adalah pribadi yang sangat disiplin dan sederhana. Berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki. Ia bangun subuh untuk membantu pekerjaan rumah tangga di keluarga pamannya. Di Batavia, Johannes meneruskan studinya ke ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya beberapa bulan saja lalu pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang), sekolah menengah terbaik saat itu. Dari sini ia melanjutkan ke MULO Kristen, kemudian STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen). Dengan keaktifannya di Jong Ambon, Johannes ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda!



Perhatian Johannes pada pergerakan nasional kebangsaan berkembang sejak pertengahan tahun 1920-an. Ia mengagumi para tokoh seperti: M.H. Thamrin, Dr. Sam Ratulangi, Agus Salim, Kusumo Utoyo, dan Kusumoyudo yang selalu memihak pada pergerakan nasional.


Gerakan Oikumene

----------------

Johannes adalah orang yang taat pada agama. Pada masa mudanya ia telah mengikuti katekisasi gereja yang diberikan oleh pendeta-pendeta yang berpendidikan tinggi teologi. Buku-buku teologi karangan Calvin, Luther, dan Karl Barth habis dibacanya.


Pengetahuan yang mendalam tentang kekristenan membuat Johannes tertarik pada gerakan "Oikumene yang melanda gereja-gereja Asia ketika itu". Gerakan oikumene diketahuinya mula-mula dari kalangan Zendingsconsulaat Batavia yang giat melakukan penginjilan mahasiswa.


Keprihatinan atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niat Johannes terlibat jauh pada gerakan ini. Tahun 1926 Johannes diberi tugas persiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama geliat oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Johannes terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk di tahun ke-4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.


Parkindo dan DGI

----------------

Tahun 1945 Partai Kristen Indonesia terbentuk. Johannes mempunyai andil besar hingga partai ini berdiri. Tahun 1950 ia terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957. Selain di Parkindo, Johannes berperan penting dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga di tahun 1950. Di lembaga ini ia terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi Gereja dan negara. Ketika melayani di kedua lembaga ini, Johannes sering menekankan pada warga gereja agar bertanggung jawab atas maju mundurnya keadaan bangsa. Termasuk dalam pengertian itu adalah hak untuk menyatakan tidak setuju terhadap keadaan atau peristiwa yang dianggap tidak sesuai dengan keyakinan Kristen. Bagi Johannes proses kenegaraan harus dilihat secara teologis, dari sudut pandang kelahiran dan kematian Kristus sekaligus. Ia berpendapat, umat Kristen harus memancarkan sinar kasih Kristus pada masyarakat dan negara melalui peran aktif mereka.



Dokter Bertangan Dingin

-----------------------

Johannes mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di CBZ Batavia (kini RS Cipto Mangunkusumo). Tak lama di sini ia ditugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung. Di rumah sakit ini ia bertugas dari tahun 1931 sampai 1941 dan bertemu jodohnya, Wijarsih Prawiradilaga, yang bekerja sebagai kepala asrama putri rumah sakit tersebut. Mereka menikah di Gereja Pasundan Bandung setelah Wijarsih dibaptis pada 1931. Mereka dikaruniai 8 orang putera-puteri.


Sebagai dokter, Johannes memang dikenal bertangan dingin. Orang sakit yang dirawatnya jarang ada yang tidak sembuh. Harapan kesembuhan dan rasa sejahtera selalu diberikan pada setiap pasiennya. Operasi usus buntu dapat diselesaikannya dengan sempurna dalam waktu 15 menit, padahal dokter lain butuh waktu 30 menit. Di kalangan rakyat kecil sekitar rumah sakit tempatnya bertugas ada istilah 'salep Leimena' sebab penyakit kulit ringan yang diobatinya selalu sembuh dengan balsem darinya yang banyak terdapat di rumah sakit.


Setiap pagi sebelum memulai tugas, Johannes selalu mengikuti kebaktian singkat di rumah sakit. Sering kali ia sendiri yang memimpin ibadah. Di waktu luang ia membaca buku karangan Thomas A. Kempis berjudul Imitatio Christi. Kesederhanaannya sejak dulu dirasakan juga oleh mereka yang bekerja dengannya. Hubungan kerja dan sikapnya terhadap atasan ataupun bawahannya tidak berbeda. Setiap orang dilihat sebagai makhluk Tuhan yang sama kodratnya. Tidak heran bila semua rekan kerja dan pasien di rumah sakit sangat mengaguminya. Di Bandung, salah satu bagian

yang ditanganinya adalah bagian 'anti opium' yang merawat para

korban narkoba, pecandu morfin. Selain perawatan medis ia memberi

perawatan rohani.



Pada 1941, Johannes dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Bayu Asih

Purwakarta dan menjadi direktur di sana. Ketika Jepang menduduki

Indonesia, Johannes ditangkap atas tuduhan mata-mata oleh Kenpetai

(polisi rahasia Jepang). Ia diinterogasi dengan cara disiksa hingga

fisiknya rusak dan hampir mati. Namun Tuhan mengasihinya. Suatu

ketika pemimpin Kenpetai terserang malaria, Johannes dipanggil untuk

mengobatinya, dan ternyata perwira Jepang itu dapat disembuhkan. Ia

sangat berterima kasih pada Johannes dan kemudian membebaskannya

dari penjara. Selanjutnya ia ditugaskan menjadi direktur di Rumah

Sakit Tangerang hingga tahun 1945.



Negarawan Sejati

----------------

Setelah Indonesia merdeka, Johannes memulai karier politiknya. Latar

belakang pergerakan oikumene dan pergerakan nasional, serta sikapnya

yang tenang dan berdedikasi tinggi sangat membantu dalam

pengabdiannya pada negara. Ketaatan menjalankan perintah agama dan

sikapnya yang jujur begitu menonjol. Walau hubungannya dengan

Presiden Soekarno cukup dekat, ia tidak segan-segan mengkritik dan

mengemukakan pendapatnya dengan terus terang. Soekarno sering

menjuluki Johannes 'Domine Leimena' (Pendeta Leimena), karena ia

tidak pernah meninggalkan tugas-tugas pastoral sebagai orang

Kristen. Menurut Soekarno kejujuran Johannes seperti "Yesus dari

Nazaret". Johannes sering pula menjadi penengah antara Soekarno dan

pembantu-pembantu terdekatnya atau lawan-lawan politiknya.



Pertama kali Johannes diangkat sebagai Menteri Kesehatan, dan ia

menjabatnya selama 8 periode. Kemudian ia pernah pula menjabat

Menteri Negara pada Kabinet Hatta, Menteri Sosial Kabinet Karya,

Menteri Distribusi Kabinet Kerja I dan akhirnya menjadi Wakil

Perdana Menteri dalam pemerintahan Soekarno. Tugas sebagai 'pejabat

presiden' selalu dipercayakan padanya bila Soekarno berhalangan atau

bertugas di luar negeri.



Ketika Orde Baru berkuasa, Johannes melepas tugas-tugasnya sebagai

menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota

DPA (Dewan Pertimbangan Agung), sampai tahun 1973. Di masa ini pun

Johannes mampu mengatasi berbagai masalah negara dengan

kepribadiannya yang luwes.



Usai berkiprah di DPA, Johannes kembali melibatkan diri di lembaga-

lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo,

DGI, UKI, STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI

(Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Johannes diangkat menjadi

anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula

menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.



Bulan Maret 1977, Johannes pergi menghadap Tuhan. Kepergiannya

ditangisi seluruh rakyat negeri ini. Berbagai penghargaan dan tanda

jasa kehormatan pernah diberikan kepadanya. Peran yang begitu

penting bagi bangsa dan negara telah dijalaninya. Menurutnya,

politik adalah seni untuk melakukan pelayanan. Karena itu dalam

berpolitik, bukan posisi yang harus diraih tetapi motivasi yang kuat

untuk melayani, menjadi garam, dan terang bagi bangsa.



Diedit dari sumber:

Judul Majalah: BAHANA, Edisi Agustus 2004

Judul Artikel: Dr. J. Leimena,

Dokter Jujur dan Negarawan Kepercayaan Soekarno

Penulis : Rendai Ruauw

Comments

Popular Posts