JADILAH TELADAN DALAM BERBUAT BAIK (Titus 2:7a)



TEMA : JADILAH TELADAN DALAM BERBUAT BAIK  (Titus 2:7a)
Masa Bakti 2012-2014

A.  Pengantar
Dalam setiap kongres, tema ditetapkan sebagai landasan penatalayanan GMKI yang menjiwai seluruh gerak internal maupun eksternal organisasi. tema adalah gambaran dari seluruh realitas dalam tiga mdan pelayanan GMKI yang dirumuskan berdasarkan pertimbangan dan hasil analisa pada konteks pergumulan GMKI. Oleh sbab itu tema haruslah merupakan abstraksi realitas sekaligus sruan profetis yang berisi sikap, posisi dan harapan GMKI terhadap kehidupan sosial.

Sub tema merupakan penjabaran tema dalam konsep operasional, yang sifatnya akumulatif untuk memberikan tuntunan bagi perumusan program, dengan memuat gagasan tentang barbagai aspek kehidupan yang menjadi sasaran aktualisasi pelayanan GMKI. Aspek-aspek yang digagas dalam sub tema merupakan pilihan sadar untuk menjadi media pengejewantahan tema.

B.  Kajian Teologis Tema
Titus adalah seorang bukan Yahudi yang sudah masuk agama Kristen lalu menjadi teman sekerja dan membantu Paulus dalam pekerjaannya. Surat ini ditujukkan kepada Titus yang pada waktu itu berada di Kreta karena telah ditinggalkan di sana oleh Paulus untuk mengurus jemaat di sana. Kreta adalah suatu wilayah yang sangat sulit luar biasa, dianggap hina dan berbudaya sangat rendah sekali bagi orang-orang Romawi. Karena itu muncul slogan orang Kreta adalah pembohong, pemalas dan berotak kosong. Tidak ada aspek yang baik dari orang Kreta. Kepada orang Kristen yang tinggal di situ, Paulus menekankan : engkau adalah orang Kristen, walaupun engkau adalah orang Kreta, engkau harus menjadi orang Kristen yang mengalami transformasi dan perubahan. Kepada jemaat yang ada di Kreta, Paulus mendorong mereka untuk hidup dalam self control, belajar menjadi orang Kristen yang berbuat baik. Paulus mengutus Titus ke Kreta karna kemungkinan ia adalah orang yang lebih tegas dan lebih berani. Ada tiga hal yang dikemukakan di dalam surat ini.

Pertama, Titus diingatkan mengenai sifat-sifat orang yang boleh menjadi pemimpin jemaat. Hal itu dikemukakan terutama karena kelakuan orang-orang di Kreta banyak yang jahat. Kedua, Titus dinasihati mengenai bagaimana seharusnya ia mengajar setiap golongan orang yang menjadi anggota jmaat itu, yaitu golongan laki-laki dan wanita yang sudah tua (yang sharusnya mengajar pula orang-orang yang lebih muda dari mereka), golongan orang-orang muda dan golongan hamba-hamba. Akhirnya Titus diajar mengenai bagaimana seharusnya kelakuan orang Kristen. Yang paling penting ialah bahwa orang Kristen harus peramah dan suka damai, jangan membenci orang, jangan suka bertengkar atau menimbulkan perpecahan. Paulus telah meninggalkan Titus di Titus di Pulau Kreta dan surat ini dikirimkan kepadanya dengan maksud memberi petunjuk supaya ia dapat mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya ia menetapkan penatua-penatua disetiap kota (Tit. 1:5).

Syarat-syarat khusus bagi para pemimpin rohani harus dituruti secara saksama. Sekarang ini sebagaimana pada abad pertama, sikap mengabaikan suatu syarat akan membawa konsekuensi yang dahsyat bagi mereka atau jemaat yang mengabaikannya. Surat kepada Titus ini menekankan agar para pemimpin gereja harus tidak bercacat cela dan tetap setia kepada firman Tuhan (Titus 1:6-9). Ia juga mengingatkan bahwa banyak orang yang mengaku diri guru-guru tetapi sebenarnya adalah penyesat-penyesat yang mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan  mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik (Titus 1:16).

Paulus memberikan petunjuk bahwa lelaki yang lebih tua harus mengajar yang lebih muda dan mengajar mereka untuk meninggalkan ambisi-ambisi yang jahat dan keinginan-keinginan duniawi dan hidup memuliakan Allah sementara menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan dirinya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan (Titus 2:13-14). Nasihat ini diikuti dengan peringatan bahwa kehidupan kekal itu tidak diperoleh melalui perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkanNya kepada kita oleh Yesus Kristus, supaya kita sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karuniaNya berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita (Titus 3:5-7).

Setiap pemimpin, apakah itu pemimpin gereja atau dimana saja, memiliki suatu tanggung jawab. Tidak peduli siapa diri anda, orang lain sedang memperhatikan anda dan terpengaruh oleh teladan hidup anda. Tidak diragukan lagi jika banyak orang telah menjadi teladan/contoh yang buruk bagi para saudara seiman bahkan kadang-kadang menjadi teladan yang buruk bagi umat percaya yang masih lemah iman atau yang baru bertobat/lahir baru.

Menasihati orang itu mudah, tapi tidaklah mudah untuk menjadi teladan. Ketika mengajari kita hanya perlu membagikasn nilai-nilai kebenaran lewat perkataan, namun dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita. Menjadi teladan itu jauh lebih berat dibanding menjadi guru. Itulah sebabnya tidak semua guru mampu menjadi teladan, sementara orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya akan mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun.

Kepada jemaat Korintus, Paulus mengingatkan demikian : Sebab itu aku nasihatkan kamu : turutilah teladanku!” (1 Kor. 4:16). Kalimat ini singkat, tetapi sesungguhnya tidaklah ringan. Bagaimana mungkin Paulus berani berkata seperti itu apabila ia tidak atau belum mencontohkan apapun? Tapi kita mengenal siapa Paulus. Ia mengalami perubahan hidup 180 derajat dalam waktu relative singkat. Dari seorang pembunuh dan penyiksa orang percaya, ia berubah menjadi orang yang sangat radikal dan berani dalam menyebarkan Injil keselamatan. Ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk pergi ke berbagai pelosok dalam menjalankan misinya bahkan sampai ke Asia kecil. Dalam menjalankan misinya Paulus mengalami banyak hal yang mungkin akan mudah membuat kita kecewa apabila berada di posisinya. Tetapi tidak demikian dengan Paulus. Lihatlah apa yang ia katakana : “sampai saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah.” (1 Kor. 4:11-13). Kita bisa melihat sendiri bagaimana karakter, sikap Paulus dalam menghadapi berbagai hambatan dalam pelayanannya. Apa yang ia ajarkan semuanya telah dan terus ia lakukan sendiri dalam kehidupannya. Karenanya pantaslah jika Paulus berani menjadikan dirinya sebagai teladan atau role model.

Dalam masa hidupnya yang singkat di muka bumi ini, Yesus pun menunjukkan hal yang sama. Segala yang Dia ajarkan telah Dia contohkan secara langsung pula. Lihatlah sebuah contoh dari perkataan Yesus sendiri ketia Ia mengingatkan kita untuk merendahkan diri kita menjadi pelayan dan hamba dalam Matius 20:26-27. Yesus berkata :”sama seperti Anak Manusia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.”(ay 28). Apa yang diajarkan Yesus telah Dia contohkan pula secara nyata. Ketika Yesus berkata “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh. 15:12), kita pun lalu bisa melihat sebesar apa kasihNya kepada kita. Yesus mengasihi kita sebegitu rupa sehingga Dia rela memberikan nyawaNya untuk menebus kita semua. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (ay 13). Yesus membuktikannya secara langsung lewat karya penebusanNya.

Jauh lebih mudah untuk menegur dan menasihati orang ketimbang menjadi teladan, karena sikap kita haruslah sesuai dengan perkataan yang kita ajarkan. Ini gambaran kehidupan yang berintegritas, sesuatu yang sudah semakin langka untuk ditemukan hari ini. Tetapi Tuhan menghendaki kita semua agar tidak berhenti hanya dengan memberi nasihat, teguran atau pengajaran saja, melainkasn menjadi teladan dengan memiliki karakter, gaya hidup, sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai  kebenaran yang kita katakana. Alkitab mengajarkan : “Dan jadikanlah dirimu seendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.” (Titus 2:7). Kita dituntut untuk bisa menjadi teladan di muka bumi ini. Sesungguhnya itu jauh lebih bermakna ketimbang hanya menyampaikan ajaran-ajaran lewat perkataan kosong. Sebagai orang tua, abang, kakak dan teman kita harus sampai kepada sebuah tingkatan untuk menjadi contoh teladan. Tetapi tugas menjadi teladan pun bukan hanya menjadi keharusan untuk orang-orang tua saja. Sejak muda pun kita sudah bisa, dan sangat dianjurkan untuk bisa menjadi teladan bahkan bagi orang-orang yang lebih tua sekalipun. Firman Tuhan berkata : “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Tim. 4:12).

Yesus menginginkan kita untuk menjadi orang-orang yang mampu bercahaya di depan orang lain. “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”(Mat. 5:16). Itu tidak akan pernah bisa kita lakukan apabila kita tidak memiliki sikap yang pantas sebagai seorang teladan. Menjaga kehidupan, perbuatan, tingkah laku dan sikap kita  sesuai dengan firman Tuhan merupakan jalan satu-satunya agar kita bisa menjadi terang yang bercahaya bagi orang lain dan bukan menjadi batu sandungan.

Ada perkataan bijak yang berbunyi, “seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang mengetahui suatu jalan, kemudian melangkah ke jalan tersebut dan menunjukkan jalan itu”. Jadi, tidak cukup dengan hanya mengetahui jalan itu saja. Yesus berkata “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” dan Yesus telah melakukannya. Rasul Paulus berkata, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya…” ini berartibahwa usia muda bukanlah alasan untuk tidak sanggup menjadi teladan yang baik. Lalu, bagaimana caranya untuk menjadi teladan yang baik ?
1.      Menjadi teladan melalui perkataan
Dalam Kolose 4:6 ditulis :“Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.”  Melalui perkataan yang positif dan membangun, kita menjadi teladan yang baik bagi orang lain dan sekaligus menjadi berkat lewat perkataan kita.
2.      Menjadi teladan melalui cara hidup
“Orang benar akan hidup oleh iman” (Roma 1:7, Habakuk 2:4). Iman adalah dasar kehidupan umat percaya. Cara hidup dengan iman merupakan teladan yang baik yang dapat kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari ketika menghadapi situasi apapun juga.
3.      Menjadi teladan melalui cara kita mengasihi orang lain
Yoh. 13:35 menulis :”Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kita menjadi saksi Kristus bagi orang lain melalui kasih yang kita nyatakan dalam perbuatan nyata. Perbuatan kasih adalah teladan baik yang perlu kita lakukan karena Yesus telah terlebih dahulu mengasihi kita.
4.      Menjadi teladan melalui perbuatan iman
Abraham adalah teladan orang beriman (Roma 4:18-22). Perbuatan imannya nyata ketika ia tetap percaya dan tidak bimbang akan janji Tuhan walaupun tubuhnya sudah sangat lemah, usianya sudah sangat tua dan rahim Sara telah tertutup. Menjadi teladan iman yaitu jika kita hidup dan melakukan perbuatan iman.
5.      Menjadi teladan melalui hidup kudus
Filipi 4:8 :“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Memiliki pikiran yang kudus adalah awal untuk kita dapat hidup dalam kekudusan, menjaga kekudusan dan menjadi contoh nyata bagi orang lain.

Perbuatan kita sehari-hari secara langsung/tidak langsung sangat berpengaruh terhadap orang lain. Terutama bagi para pemimpin, menjadi teladan yang baik sangatlah mempengaruhi karakter orang-orang yang dipimpinnya. Yesus telah menjadi teladan yang baik melalui perkataan maupun perbuatan. Kita pun bisa menjadi teladan yang baik melalui perkataan, cara hidup, cara kita mengasihi orang lain, melalui perbuatan iman dan melalui hidup kudus. Jika kita melakukannya, hidup kita menjadi saksi Kristus yang hidup dan nyata di tengah dunia.

Allah memanggil umatNya untuk menjadi saksi. Karena itu umat Allah perlu mengalami pembentukan nilai-nilai teologis yang utuh dan sistematis, dengan tujuan memperoleh suatu pemahaman teologis yang benar serta membentuk worldview yang kokoh. Dengan demikian umatNya dapat menjadi model untuk memberkati orang lain. Makna hidup yang sebenarnya ditemukan melalui pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, hidup sesuai dengan kehendaknya, merasakan pengalaman hidup denganNya, juga melalui kebahagiaan, pencobaan dan ujian dengan rasa syukur.

Untuk dapat menjadi saksiNya, maka kualitas kehidupan rohani menjadi ukurannya. Kehidupan rohani yang baik, benar dan dewasa diperoleh melalui pengenalan secara pribadi, mau dibentuk dari hari ke hari, juga melalui proses pembelajaran. Yesus berkata “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban Kupun ringan (Mat. 11:28-30). Pembentukan dan proses belajar daalam Yesus akan membentuk kedewasaan rohani. Kedewasaan rohani dapat dilihat pada umatNya khususnya mereka yang menyebut diri pemimpin Kristen/pemimpin rohani. Diantaranya :
1.      Menjadi ciptaan baru. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2 Kor. 5:17). Ciptaan baru yang dimaksud adalah hidup sesuai dengan kehendakNya dan melakukan firmanNya. Meninggalkan kehidupan lama berarti meninggalkan semua perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan benar.
2.      Hidup berdamai : pertama, berdamai dengan Allah. “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka.” (2 Kor. 5:19). Kedua, berdamai dengan diri sendiri. “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah pendamaian dan berusahalah mendapatkannya.” (Mzm. 34:15). Ketiga, berdamai dengan orang lain. “Hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18).
3.      Pelaku Firman Allah. “Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja.”(Yak. 1:22)

C.  Kajian Umum Tema
Bicara tentang moralitas dewasa ini riskan karena omongan tentang kemerosotan moralitas sudah mewabah. Para politisi, pemmpin agama dan pejabat, semua mengeluhkan kemerosotan akhlak orang-orang Indonesia. Korupsi sudah merusak aparat yudisial, menggerogoti kepastian hokum, menyebabkan parlemen-parlemen lalai menangani masalah-masalah yang perlu ditangani, menciptakan suasana dimana hanya orang gila atau preman berani menanamkan modalnya di tanah Indonesia. Korupsi adalah penyakit moral  di tubuh bangsa yang paling mengkhawatirkan.

Selama lebih dari satu dekade sejak reformasi, publik begitu risau atas ingar-bingar dan kontroversi terkait sepak terjang parpol. Kekecewaan demi kekecewaan bermunculan terkait perilaku parpol yang dinilai buruk. Kasus korupsi, oligarki, konflik dan kekerasan, sengketa hukum, pecitraan, serta ragam masalah sejenis akhirnya mendangkalkan peran institusi demokrasi ini. Selama ini, UU Pemilu memberikan penegasan besaran kewenagan parpol sebagai penentu upaya meraih kuasa formal di eksekutif ataupun legislative. Namun, kewenagan besar itu tak diikuti oleh kapasitas lembaga politik tersebut dalam menjalankan fungsi representasinya. Politisi gagal mengelola parpol secara modern bahkan asal-asalan. Selain berpola oligarkis, manajemen yang buruk dan korup, kapasitas SDM politisi yang tidak memadai, serta system kaderisasi di bawah baying-bayang feodalisasi dan klientilisme, parpol disibukkan hal-hal pragmatis yang tak ada hubungannya dengan pembangunan system politik modern. Akibatnya, tak ada energi dan komitmen parpol untuk mereformasi dirinya.

Dalam harian Suara Pembaharuan tanggal 1 Oktober 2012 dinyatakan bahwa dalam kurun waktu 2004-2012 Presiden, Mendagri dan Gubernur telah mengeluarkan izin pemeriksaan terhadap sekitar 2.300 orang kepala daerah dan anggota DPR/DPRD yang tersangkut korupsi dan perbuatan merugikan Negara. Dalam Koran tersebut juga Dipo Alam mengemukakan bahwa sejak Oktober 2004 hingga September 2012, Presiden SBY telah mengeluarkan 176 persetujuan tertulis untuk penyelidikan hukum pejabat Negara dalam berbagai kasus. Lebih dari separuh diantaranya adalah pejabat dari partai politik, dengan tiga besarnya adalah Partai Golkar, PDI-P, dan Partai Demokrat.

Indonesia sebagai negara kesatuan ternyata belum mempunyai pemimpin yang tegas namun mampu mengayomi rakyatnya. Pasalnya, dari 460 kepala daerah tingkat II dan 33 gubernur di seluruh Indonesia, 240 di antaranya memiliki masalah hukum termasuk kasus korupsi. Banyak figur pemimpin di Indonesia masih belum bisa mengedepankan kepentingan bangsa. Karena proses menjadi pemimpin bukan berasal dari kompetisi, namun perebutan kekuasaan. Pemimpin yang ada bukan berasal dari negarawan, namun berasal dari kalangan politikus yang memiliki banyak kepentingan pribadi. Saat ini pemimpin hanya sebagai pengurus negara, bukan pemimpin, Pemimpin yang ada saat ini  baik di pemerintahan, Mereka hanya mengerjakan tugas keseharian kenegaraan, mereka mencoba mengurusi korupsi agar tidak terbongkar dan mereka mencari uang agar partainya menang dalam pemilu  2014 mendatang.

Tidak bisa dimungkiri bahwa bangsa kita memang sedang mengalami keperpurukan luar biasa akibat krisis multi dimensi berkepanjangan. Tingginya angka kemiskinan (30,02 juta jiwa, Maret 2011), pengangguran (8,12 juta, Februrari 2011), korupsi, konflik kekerasan, perdagangan orang (human trafficking), berbagai tindak kriminalitas, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), hingga wabah penyakit di berbagai pelosok daerah. Degradasi moral seperti maraknya pelecehan seksual, pornografi (urutan ke-3 di seluruh dunia), perjudian, dan berbagai kemaksiatan lainnya. 

Bisa diibaratkan kondisi negara ini seperti ikan yang sedang membusuk mulai dari kepala terus menjalar ke badan hingga ekor. Hal ini terlihat jelas dari perilaku koruptif dan manipulatif yang dipertontonkan para pemimpin bangsa (eksekutif, legislatif, judikatif). Mereka yang diberi amanat untuk mengelola dan melayani rakyat justru sibuk memperkaya diri dengan korupsi berjamaah (merampok uang rakyat), berpesta-pora (hidup mewah), hingga menjual kekayaan alam dan martabat negara untuk kepentingan tertentu. Tidak heran jika saban hari kita menyaksikan berita tentang pejabat yang tertangkap korupsi, berbuat mesum, tawuran, menerobos jalur bus way, pesta narkoba, hingga sibuk menonton video porno atau tidur nyenyak waktu rapat (terutama di senayan).

Ketika bangsa kita sedang diterpa keterpurukan luar biasa, ada pertanyaan besar yang menggelisahkan yaitu dimana peran dan posisi para orang percaya (mengaku Kristen)?

Yesus Kristus adalah Kepala Gerakan ini, ungkapan yang sering diteriakkan (menyemangati) para kader GMKI di seluruh pelosok tanah air. Kata-kata ini makanya sangat substansial dimana Tuhan Yesuslah yang memimpin (pusat) GMKI dimanapun berada. Jadi setiap kader harus melaksanakan tugas (pelayanan) yang diamanatkan dan mengikuti teladan hidup Yesus dalam perilakunya sehari-hari.

Tugas kader dalam melayani di ketiga medan pelayanan (Geraja, kampus, dan masyarakat) diibaratkan seperti menggarami dunia (Mat 5:13). Jadi siapapun kader GMKI seharusnya bisa menggarami lingkungan pelayanannya. Seperti kita tahu bahwa garam akan berguna (bermanfaat) jika asin.

Kader yang berkualitas tentulah kader yang memiliki karakter positif. Dalam ajaran Kristen, kader yang mengenal, melaksanakan, dan menyebarluaskan kebenaran (Firman Tuhan) dalam kehidupan sehari-hari. Kader seperti inilah garam yang berkualitas baik. Karakter positif (yang berdasarkan kebenaran) ini sering juga disebut integritas.

Pribadi berintegritas tentu akan selalu berusaha menjaga kekudusan dalam hidupnya (I Petrus 1:16). Menjaga kekudusan bukan berarti kita harus mengasingkan (terpisah) dari kehidupan sosial (masyarakat) atau pergi bertapa ke gunung, namun makna sebenarnya kita harus menjaga perilaku sesuai Firman Tuhan ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain kita harus hidup benar dihadapan Tuhan dan manusia.

Kader-kader GMKI semestinya adalah pribadi berintegritas sehingga bisa melayani secara maksimal di ketiga medan pelayanan. Segala tantangan adalah ujian bagi peningkatan kualitas keimanan. Memang tidak mudah menjadi pribadi berintegritas di tengah-tengah pembusukan bangsa. Seperti Firman Tuhan, ‘kita seperti domba yang diutus ke tengah-tengah serigala,” tetapi ingat bahwa domba memiliki gembala. Jadi kita tidak perlu takut dan ragu, sebab Sang Gembala akan melindungi dan memberkati kita sepanjang hidup kita berkenan kepadaNya. Biarlah GMKI tetap menjadi organisasi kader di Indonesia yang akan memimpin transformasi bangsa. Dengan kekuatan dari Sang Kepala Gerakan Tuhan Yesus, kita semua akan bisa mewujudkannya.

Disaat kondisi bangsa seperti ini peranan GMKI harus hadir sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang luas, GMKI dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mengawal jalannya reformasi dan pembangunan. Seharusnya melalui GMKI terlahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang ada. Kader-kader GMKI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang untuk kemajuan. Saatnya kader-kader GMKI menjadi teladan dan menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan. GMKI selaku bagian integral dari bangsa Indonesia harus meletakkan  cita-cita dan masa depan bangsa pada cita-cita perjuangannya. Kader-kader yang relatif bersih dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa depan. Saatnya generasi muda memimpin perubahan.

D.  Matra Pelayanan GMKI
1.    Gereja
Sampai saat ini kita masih menjumpai perpecahan di tubuh gereja bahkan adapula yang sampai menyebabkan permusuhan antar gereja. Tidak jarang kita mendengar orang berkata bahwa gerejanya yang benar dan menganggap gereja lainnya sesat. Saling mengejek, merendahkan, memojokkan, menganggap hanya dirinya yang benar sedangkan yang lainnya salah. Ini adalah hal yang menyedihkan. Bagaimana gereja mau menjadi berkat jika di antara organisasi gereja saja sudah saling menyalahkan? Apa kata dunia? Bukannya mencari titik persamaan tapi malah semakin sibuk menggali jurang perbedaan. Bukannya semakin dekat, tapi malah semakin jauh. Dimana letak kasih jika itu yang terjadi? Jangan mimpi dulu untuk bisa mengasihi orang lain jika kepada saudara seiman saja orang Kristen tidak mampu mengaplikasikannya. Jangan mimpi dulu untuk mengubah dunia menjadi lebih baik jika yang sudah baik saja terus kita gerogoti.

Mengenai kesatuan ini kita bisa meneladani sikap gereja mula-mula. Lihatlah bagaimana kebersatuan mereka yang begitu indah. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” (Kisah Para Rasul 2:42). Dalam kebersatuan dan ketaatan pun mereka kemudian diberkati Tuhan dengan hadirnya banyak mukjizat dan tanda. (ay 43). Lalu dikatakan bahwa menyaksikan kemuliaan Tuhan turun atas mereka, semuanya terus bersatu, bahkan kepunyaan mereka masing-masing pun menjadi milik bersama. “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,” (ay 44). Dan lihatlah bahwa dengan kebersatuan yang mereka tunjukkan, dunia bisa melihat dan percaya. Maka Tuhan pun menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (ay 47). Lihatlah bahwa tidak ada perbedaan antara jemaat mula-mula. Orang Yahudi atau tidak, kaya atau miskin, pria atau wanita, tua atau muda, mereka semua bersatu dan sama-sama bertekun untuk belajar kebenaran firman Tuhan.

Atas dasar nasionalisme-oikoumenisme maka kader-kader GMKI harus menjadi teladan bahwa semua orang Kristen di Indonesia adalah bagian dari tubuh Kristus, yang seharusnya saling mengisi. Alangkah indahnya jika kita bisa menyampingkan berbagai perbedaan yang berpotensi menjadi celah bagi iblis untuk memecah belah kita, lalu saling dukung untuk bertumbuh bersama-sama. Tidak boleh ada toleransi terhadap perpecahan, apapun alasannya diantara sesama tubuh gereja sendiri. Bentuk tata cara peribadatan boleh saja berbeda, yang penting semuanya berdasar pada iman yang sama akan  Kristus. Perbedaan denominasi boleh saja, tapi semuanya tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bait Allah yang kudus. Di atas segala perbedaan ada satu kesamaan, dan mulailah dari sana. Kita diajarkan untuk saling mengasihi, seperti halnya Tuhan mengasihi kita. Maka terapkanlah hal itu mulai dari yang kecil, yaitu diantara sesama jemaat Kristus. Jangan bermimpi untuk bisa menyelamatkan dunia jika kepada saudara sendiri saja kita masih saling curiga. Jika itu yang masih kita pertontonkan, apa kata dunia? Yesus menginginkan kita untuk bersatu, sedang iblis ingin kita terpecah belah dan saling benci. Mana yang akan kita pilih?

Yesus telah memberikan keteladanan bahwa berbuat baik dan menyelamatkan nyawa yang menderita lebih utama dari pada mematuhi kewajiban-kewajiban agamawi seperti mengindahkan hari sabat atau memperoleh pendamaian melalui korban-korban. Kasih yang tulus ikhlas menjadi hukum yang memberikan kehidupan dalam kerajaan Allah. Kadang kasih itu hanya sekedar slogan atau bahasa sambutan belaka. Allah tidak mau menerima persembahan-persembahan dari orang-orang yang tidak mau mengasihi. Allah menghendaki umatNya mengasihi tanpa memperhitungkan keuntungannya dan tanpa membatasi diri hanya pada kelompok-kelompok tertentu saja. Sebagamana orang Samaria yang baik hati membantu si korban sedangkan seorang imam hanya melewatinya. Orang yang mengasihi dapat menemukan sesamanya dalam setiap manusia mana pun yang membutuhkan bantuan dari sesamanya.

Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar (Amsal 13:22). Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8:28).  TUHAN itu baik kepada semua orang (Mazmur 145:9).

Hidup, iman dan segala sesuatu yang menyertai kita atau kita miliki dan kuasai pada saat ini adalah anugerah Tuhan, yang kita terima melalui aneka bentuk kebaikan saudara-saudari kita, yang mengasihi dan memperhatikan kita. Masing-masing dari kita telah menerima anugerah Tuhan melimpah ruah, kepada kita telah ditaburkan aneka bentuk kasih dan perhatian, sehingga kita dapat hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Marilah semuanya itu kita syukuri dengan tindakan konkret, yaitu kita fungsikan demi keselamatan jiwa kita dan jiwa saudara-saudari kita dengan menggunakan segala milik atau anugerah untuk melayani orang lain. Marilah kita berlomba dalam berbuat baik kepada orang lain. Ingat dan sadari semakin banyak kita berbuat baik kepada orang lain kita sendiri akan semakin berbagia, ceria daan damai sejahtera, karena semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia  Memberi dengan rela hati berarti siap berkorban bagi orang lain, sebagai wujud iman kepada Yesus yang telah memberikan DiriNya dengan wafat di kayu salib. Rela hati juga berarti hatinya direlakan kepada orang lain alias senantiasa memperhatikan orang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

2.    Masyarakat
Indonesia adalah negara yang mempunyai penduduk sangat padat terutama di kota-kota besar. Dengan jumlah penduduk yang sangat padat, membuat Indonesia banyak mengalami masalah sosial. Masalah sosial itu sendiri adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Misalnya saja kemiskinan, pendidikan dan kejahatan. Tak hanya itu, Masalah lain yang paling banyak di Indonesia juga ada seperti Banyaknya pengangguran dan kurangnya keadilan untuk masyarakat terutama masyarakat kecil. bukan menjadi rahasia lagi, Indonesia memiliki catatan hukum yang jelek. Kadang yang salah terlihat benar dan yang benar bisa terlihat salah. Kesenjangan kadang juga timbul antara si kaya dan si miskin.

Kondisi aktual masyarakat Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu modernisasi, globalisasi, perkembangan IPTEK dan sekularisasi. Modernisasi dan globalisasi mempunyai dampak positif yaitu adanya perubahan tata nilai dan sikap dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional, dan berkembangnya IPTEK. Selain dampak positif ada pula dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi terhadap masyarakat Indonesia yakni menjadikan masyarakat memiliki gaya hidup kebarat-baratan, dimana budaya barat mulai menggeser budaya asli milik bangsa Indonesia.

Perkembangan IPTEK mempunyai dampak positif yaitu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju. Selain dampak positif ada pula dampak negatif dari perkembangan IPTEK yakni mempunyai sikap Individualistik masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial yang akan membutuhkan orang lain.

Sekularisasi seingkali di identikkan dengan kematian agama dalam kehidupan masyarakat. Beberapa pengaruh sekularisasi pada masyarakat, diantaranya melahirkan masyarakat yang egois, individualis, hedonis, krisis akhlak, dan menjadikan agama hanya sebagai simbol. Yang di maksud dengan masyarakat hedonisme adalah masyarakat yang mempunyai pandangan hidup bahwa kesenangan dan kenikmatan hidup adalah tujuan utama dari kehidupan seperti terciptanya para koruptor di negeri ini dimana para koruptor tersebut mempunyai tujuan  utama yakni mendapatkan kesenangan. Agama sebagai simbol juga merupakan salah satu dampak akan adanya sekulerisasi dimana agama hanya dijadikan sebagai bentuk dan gambaran akan suatu hal bahkan hanya lambang dari cerminan seseorang,  dimana orang tersebut tidak mengetahui makna hakiki dari agama tersebut.

Masyarakat Indonesia saat ini mengalami berbagai problem bangsa mulai dari tindakan kekerasan antara pendidik terhadap peserta didik, orang tua terhadap anak, majikan terhadap pembantu, suami terhadap isteri, perampokan, penculikan, pemerkosaan, aborsi, korupsi yang merajalela yang melibatkan kepala daerah, politikus, wakil rakyat yang ada di DPR, banyak bermunculan pungutan liar (pungli) merebak di dunia pendidikan saat didengung-dengungkannya pendidikan gratis, dan pelayanan kesehatan pun tidak maksimal bahkan ada yang meninggal karena keterlambatan penanganan akibat tidak adanya jaminan uang bagi pasien atau akibat buruknya birokrasi. Belum lagi tawuran yang melanda para generasi muda di tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi bahkan yang lebih memalukan tawuran antara wakil rakyat yang tidak mencerminkan kedewasaan dalam berpikir.

Munculnya ide pendidikan karakter di negara kita perlu kita sikapi dengan positif. Karena pendidikan karakter sangat dibutuhkan saat kondisi masyarakat kita begitu terpuruk seperti sekarang ini. Namun dalam pelaksanaannya perlu kita tinjau kembali bagaimana agar pendidikan karakter itu dapat berjalan dengan efektif dan berdampak terhadap perubahan perilaku masyarakat kita dari yang buruk menjadi baik. Sebagaimana diketahui dari hasil penelitian bahwa anak lebih banyak belajar lewat penglihatan (83 %), pendengaran (11 %), dan sisanya (6 %) adalah lewat peraba, pengecap dan pencium. (Muhaimin, 2003 : 115) Artinya lewat penglihatan secara langsung terhadap berbagai perilaku positif yang ditampilkan  akan memberikan nilai pendidikan yang lebih baik dalam pemahaman maupun dalam bertindak.

Potret lain dari kondisi masyarakat Indonesia saat ini adalah Siapapun presidennya, rakyat selalu harus rela antre untuk mencari bahan bakar minyak. Siapapun gubernur di ibukota, macet dan banjir adalah penyakit akut yang entah kapan akan musnah dari kehidupan keseharian warga kota. Masih tingginya tingkat kriminalitas yang dilakukan masyarakat dengan alasan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Masih rendahnya kesempatan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan. Kenyataannya biaya pendidikan yang dirasa semakin mahal saja sehingga akan menghambat masyarakat untuk mendapatkan pendidikan terutama bagi masyarakat bawah. Penderita gizi buruk dan busung lapar pun masih kerap menghantui masyarakat Indonesia karena minimnya biaya hidup mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melihat kenyataan yang seperti itu, sangat memprihatinkan sekali dan sampai saat ini belum ada tindakan yang nayat dari para pemimpin-pemimpin kita. Mereka malah asyik mempertontonkan kebolehan mereka dalam menyampaikan janji-janji belaka. Kepemimpinan yang ada hanya sibuk membangun benteng kekuasaan dengan permainan citra. Semua masalah bangsa diselesaikan dengan retorika dan janji-janji, lewat iklan di media massa, atau setidaknya dengan kata “akan” lewat statemen di forum kenegaraan. Dengan mendasarkan kata “akan” itu seolah-olah semua permasalahan sudah dapat terselesaikan. Kenyataannya belum ada usaha dan tindakan nyata dari mereka untuk mewujudkan janji-janji mereka saat kampanye. Tak heran jika akhirnya masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan.

Lalu seperti apakah sosok pemimpin yang sebenarnya ada di Indonesia yang dapat membawa bangsa Indonesia ke masa kejayaan dan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan adanya suatu proses. Bangsa Indonesia ini memerlukan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi problem solver. Pemimpin seperti ini tentu lahir dari generasi baru. Bukan dari generasi lawas pewaris kepemimpinan pola lama. Bukan juga berasal dari individu yang terlibat dan menyangga kepemimpinan masa lalu. Dibutuhkan seorang pemimpin yang amanah, visioner, berani, jujur dengan cita-cita perjuangan, memiliki komitmen dan keteguhan terhadap ideologi dan cita-cita perjuangan, serta sabar dalam berjuang. Sosok pemimpin itu seharusnya bertindak tidak harus menunggu protes dari masyarakatnya, tetapi dia mempunyai inisiatif tersendiri dalam bertindak dan mengambil suatu keputusan yang terbaik. Dia memiliki sikap empati yang dalam terhadap masyarakat yang dipimpinnya.

3.    Perguruan tinggi
Perguruan-perguruan tinggi di Indonesia perlu melakukan kerjasama internasional dengan universitas di luar negeri Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas, hal itu juga demi daya saing. Sampai saat ini, belum ada lembaga pendidikan di Indonesia yang masuk dalam kategori 200 universitas terbaik dunia versi lembaga pemeringkat ternama The Times Higher Education-QS World University (The-QS World University).

Sementara itu, Global Competitiveness Report 2009/2010, yang antara lain menilai tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan tingginya, pun cuma menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 133 negara, yaitu di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Cina (29),Thailand (36), serta India (49). Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah sarjana yang belum bekerja per Februari 2009 hampir mencapai 13% dari total jumlah penganggur, atau sekitar 1,2 juta orang.

Masalah pendidikan di Indonesia hingga kini masih menjadi perdebatan yang cukup sengit, baik di kalangan akademisi maupun kalangan politisi. Perdebatan yang berujung pada cita-cita untuk menapai hasil yang berkualitas tersebut seringkali melupakan bahwa prestasi bukanlah segala-galanya dalam proses pendidikan.

Dalam sebuah perguruan tinggi misalnya, banyak hal yang seharusnya dibenahi dan diperbaharui, dimana perguruan tinggi merupakan perusahaan penghasil prodak sarjana yang akan melakukan aktifitas kehidupan yang lebih dan bermutu dengan perpaduan antara potensi manusia tersebut dengan sains serta pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi. Kegagalan menghasilkan sarjana yang tidak berbobot semestinya menjadi mimpi buruk yang menghancurkan masa depan, atau bila perlu dijadikan sebagai hantu yang mampu membunuh manusia yang tidak memiliki potensi keimanan, artinya manusia akan mati sendiri tanpa harus di bunuh oleh hantu, hanya karena manusia itu tidak mampu melawan rasa takutnya terhadap hantu.

Seperti yang kita ketahui bahwa, zaman semakin berkembang dengan pesat, dan hal Ini tentunya membutuhkan suatu pendidikan yang lebih maju dan bermutu pula, bagaimana hal tersebut dapat kita sikapi, tentunya paling tidak mengharuskan pendidikan untuk menyesuaikan langkahnya dengan perkembangan zaman, jika ingin tetap relevan, seperti menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo, inti persoalan pendidikan adalah pertama kepemimpinan bangsa, baik dari tingkat pusat hingga tingkat lokal (daerah), yang harus menyadari bahwa pendidikan adalah investasi utama masa depan suatu bangsa. Tanpa pendidikan yang baik, maka masa depan bangsa tersebut akan celaka. Inilah problem yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia akibat masa lampau, dimana Indonesia di jajah oleh Belanda lebih dari tiga decade (tiga Abad), kisaran waktu selama 350 tahun telah terjadinya pembunuhan potensi manusia Indonesia kurang Lebih tujuh (7) generasi. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor rakyat Indonesia begitu banyak yang menjadi masyarakat miskin dan buta huruf, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan hal tersebut, namun Indonesia kini telah bangkit dan mulai bangun dari kebodohan dan buta huruf.

Tantangan masa depan di era globalisasi akan semakin kuat, dengan tingkat kompetisi. Industrialisasi harus ditempuh pada masa-masa mendatang untuk mengejar ketinggalan dengan negara-negara maju. Hal ini harus didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Sumber daya manusia di Indonesia cukup tersedia dari segi kualitas masih dirasa kurang atau belum memadai. Sember daya manusia yang banyak merupakan modal dasar pembangunan, namun jika kualitasnya tidak memadai, justru akan menjadi beban pembangunan nasional. Bukan saja sekedar kurang bisa kompetitif atau memenuhi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga bisa menimbulkan pengangguran yang besar yang pada gilirannya menimbulkan kerawanan.
Salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan, terutama bagi generasi muda. Mungkin perlu upaya terobosan dengan menentukan pendidikan menjadi prioritas pembangunan “nation dan character”. Kesadaran akan pentingnya pendidikan harus senantiasa didengungkan dan didorong. Untuk itu perlu ada kemauan politik semua pihak.

Sub Thema : Menjadi Gerakan Yang Oikumenis, Nasionalis dan Bertanggungjawab Untuk Mewujudkan Keadilan, Kesejahteraan Dalam Melaksanakan Tugas dan Panggilannya di Indonesia.
Sub Thema merupakan kerangka opeerasional dalam mewujudkan Thema “Jadilah Teladan dalam Berbuat Baik” (Band Titus 2; 7a). GMKI, dalam pengejawantahan thema tersebut harus memberikan teladan dalam penatalayaan gerakan oikumenenisme dan nasionalisme sebagai konsekuensi dari panggilan dasarnya. sebagai pelopor oikumenisme dan nasionalisme di Indonesia. Dalam memahami maksud tersebut ada beberapa konsep penting yang terkandung dalam sub thema GMKI 2012-2014 yang akan dijabarkan sebagai berikut:
1.    Menjadi Gerakan yang Oikumenis, Nasionalis dan Bertanggungjawab
Pernyataan ini merupakan otokritik terhadap posisi dan eksistensi GMKI ditengah-tengah Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat di Indonesia sekaligus mengarahkan GMKI untuk kembali pada nilai-nilai dasarnya. Sub thema juga merupakan penuntun operasional perjalanan GMKI dalam mencapai thema “Jadilah Teladan Dalam Berbuat Baik”. Untuk memahami maksud tersebut, maka perlu didukung dengan pemahaman kader secara menyeluruh terhadap motivasi pokok GMKI (oikumenisme dan nasionalisme).

Oikumene. Kata oikumene berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua suku kata yakni oikos dan mein. Oikos yang berarti rumah/tempat sedangkan mein berarti mendiami. Dengan demikian oikumene berarti tempat yang didiami atau rumah yang didiami.  Dari maksud tersebut, menuntut GMKI untuk terus mendorong agar dunia menjadi tempat semua orang termasuk didalamnya semua ciptaan Tuhan.

Secara historis, kedirian GMKI dipengaruhi oleh nilai-nilai oikumene dan menjadikan GMKI sebagai bagian dari gerakan oikumene Global, namun dalam realistas saat ini, spirit ini mengalami erosi sehingga penggalan sub thema ini mengarahkan organisasi  untuk berrefleksi serta kembali pada motivasi pokoknya sebagai gerakan oikumenisme nasionalisme yang ada di Indonesia.

Dari  aspek Historis, gerakan oikumenisme dipengaruhi oleh dikotomi yang terjadi dalam gereja pada awal  abad 18 dan pertengahan abad 19 Sejak 1895 kaum Muda Eropa dan Amerika memproklamirkan WSCF dengan mengusung Motto Ut Omnes Unum Sint di Witemberg Swedia dan pada kurun waktu 1916-1924 sebagai periode pertama gerakan evangelisasi pada kalangan pelajar dan mahasiswa di Indonesia melalui tokoh-tokoh Zending seperti A.A.L. Rutgers, M. Adriani, C.W.Th Van Beetzelaer dan Dr. H. van Andel yang memikirkan cara-cara yang terbaik untuk membina pelajar dan mahasiswa di pulau Jawa, kemuadian spirit dan nilai tersebut berkembang hingga saat ini. nilai-nilai inilah kemudian terinternalisasi dan mendorong proses pembentukan  GMKI pada tanggal 09 Februari 1950.( baca GMKI).

Dalam upaya untuk mengembalikan GMKI pada gerakan oikumenisme yang sesungguhnya, diharapkan agar GMKI tidak terjebak dalam tembok-tembok primordialisme etnis dalam gereja, institusinalisme, paternalisme, mamonisme dan ritualisme gereja sehingga GMKI dapat menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua orang serta pelayanan GMKI dapat menjadi berkat bagi semua orang.

Disisi lain, Indonesia mempunyai pondasi semangat kebangsaan yang kuat di tengah realitas kebhinekaan. Hal ini bisa dilihat dari sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia yang diperoleh dari penyatuan kedaulatan kebangsaan-kebangsaan kecil di daerah. Oleh karena itu, adanya pengakuan terhadap keberadaan entitas masyarakat daerah dan upaya penyatuan yang dipelopori oleh kaum mudah termasuk didalamnya tokoh-tokoh GMKI seperti dr. Johanes Leimena dan Mr Amir Syarifudin  melalui gerakan sumpah pemuda yang menjadi rujukan nasionalime kaum muda Indonesia.

Sumpah yang mengubah Indonesia menjadi Negara Merdeka tersebut, merupakan gambaran historis dari keterlibatan GMKI dalam membangun nasionalisme Indonesia hingga saat ini. untuk memperkuat gerakan nasionalisme Indonesia, maka pada momentum Kongres ke XXXIII di Manado mengarahkan GMKI agar kembali pada semangat dasarnya, tentunya amanat ini memiliki landasan yang kuat dan berdasarkan analisa bahwa keterlibatan GMKI dalam membangun nasionalisme terasa kurang atau belum maksimal. Sehingga, Sub Thema ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan mendorong setiap anasir GMKI untuk tetap konsisten membangun kembali nasionalisme Indonesia. 

2.    Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan
Keadilan dapat didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari setiap individu, kelompok, masyarakat secara umum. Namun realitas saat ini, menggambarkan situasi yang berbeda, keadilan menjadi barang yang mahal bagi setiap orang/masyarakat. Potret ketidakadilan terjadi dimana-mana dan pada semua level masyarakat.

Sedangkan Kesejahteraan dapat didefenisikan sebagai terpenuhinya seluruh kebutuhan manusia. sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dll. Keadilan dan kesejahteraan merupakan cita-cita GMKI yang selalu diperjuangkan dalam setiap masa pelayanan GMKI. Kedua konsep ini tidak berdiri secara terpisah melainkan memiliki keterkaitan satu sama lain. Karena tidak ada kesejahteraan tanpa keadilan dan keadilan tanpa kesejahteraan.  Bertolak dari maksud tersebut menuntut GMKI untuk selalu konsisten dalam memperjuangkannya dan dari setiap perjalanan GMKI, sehingga keadilan dan kesejahteraan merupakan konsep-konsep penting yang selalu didiskusikan oleh kader-kader GMKI hingga pada kongres ke XXXIII di Manado. tindakan tersebut merupakan tindakan yang positif bagi internalisasi nilai-nilai keadilan dan kesejahteran agar nilai tersebut dapat menjadi acuan keteladan dalam pengembangan organisasi karena, upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan, merupakan bagian dari suatu keteladan yang harus dilakukan oleh semua civitas organisasi.

3.    Melaksanakan Tugas dan Panggilannya (GMKI) di Indonesia
Melakasanakan Tugas dan panggilannya di Indonesia adalah suatu upaya yang harus dilakukan secara terencana dan sistematis serta selalu dilakukan oleh GMKI pada setiap masa pelayanan. Untuk mengoperasionalkan maksud ini, setiap kita ditiuntut untuk memahami apa yang menjadi Tugas dan panggilan GMKI di Indonesia. Yang menjadi Tugas GMKI adalah:
a)    Berdoa atau beribadat. Dalam setiap aktifitas kader dan organisasi, Berdoa atau beribadat menjadi sarana untuk membangun spiritualitas karena, melalui doa ada kekuatan atau energy yang besar untuk menghadapi setiap persoalan dan tantangan.
b)   Belajar. Belajar adalah proses untuk membebaskan manusia dari keterasinganya sehingga menjadi manusia yang seutuhnya, dengan belajar juga dapat menyelesaikan seluruh problematikanya, organisasi dan juga sebagai proses untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang dihadapi oleh Gereja, perguruan tinggi dan masyarakat.
c)    Bersekutu. Sebagai gereja yang fungsional tentunya kehidupan GMKI harus dilandasi dengan persekutuan, karena dengan persekutuan kita dapat menjadi manusia baru yang dipangil dari kegelapan kepada untuk melihat terang. ,   
d)   Bersosial. Sebagai bagian dari makluk sosial dan kelompok sosial, GMKI harus memberi perhatiannya pada lingkungan sosial disekitar, dan turut terlibat dalam meresponi masalah-masalah sosial tersebut sebab, dengan demikian GMKI dapat menjadi berarti bagi orang lain. 
e)    Berekreasi. Berrekreasi adalah suatu upaya untuk memperbaharui terhadap suatu kreatifitas yang sudah dilakukan oleh GMKI. Dari beberapa gambaran terhadap Tugas ini, dapat menjadi acuan untuk menjadi Gerakan yang oikumenis dan nasionalis di Indonesia dan melakukan tugas ini, merupakan suatu upaya konkrit untuk mewujudkan teladan dalam berbuat baik. 

Sedangkan panggilan GMKI dapat diartikan sebagai Misi dan motivasi pokok yang melatari terbentunya GMKI. Misi secara umum dapat diartikan sebagai pengutusan seseorang oleh pihak tertentu untuk melaksanakan sesuatu hal demi kepentingan orang lain. Misi meliputi 3 pihak: pengutus, utusan, dan alamat pengutusan. Utusan bekerja berdasarkan tugas yang diterimanya, dan pekerjaannya itu tidak dimaksudkan untuk kepentingan dirinya sendiri atau kepentingan sang pemberi tugas melainkan untuk kebaikan mereka yang menjadi tujuan pengutusan. Dalam konteks Kristen, Allah adalah pengutus yang mengirim manusia (orang Kristen/gereja) untuk melaksanakan perintah Ilahi, yakni untuk mengabarkan kabar baik bahwa Kerajaan Allah kepada semua manusia dan segenap semesta.
Pandangan ini bila dikontekskan dengan GMKI, maka sebagai mana tergambar dalam Anggaran Dasar GMKI Pasal 3.
a)    Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari;
b)   Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja;
c)    Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran, dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.

Penutup
Dari gambaran diatas, bila dilakukan secara baik dan terus menerus, maka kita akan menjadi teladan dalam berbuat baik sebagaimana thema kita. Thema dan sub thema merupakan landasan yang dapat menuntun perjalanan GMKI Selama 2012-2014. Yakinlah bahwa Kristus akan menolang kita dalam setiap tantangan yang kita hadapi. 


Ut Omnes Unum Sint 






Comments

Popular Posts