FILSAFAT SEBAGAI DASAR METODOLOGI PENELITIAN AKUNTANSI

Minggu lalu saya jadinya harus presentasi didepan mahasiswa-mahasiswa. Aku pikir sudah terlalu tua diri saya. Tapi tak apalah. Makalah yang dikerjain hanya 1 minggu.
Selamat membaca....

  Mari kita belajar penyederhanaan pemahaman soal ekonomi dan dasarnya


1.     Pergeseran Arah Penelitian
Pendekatan klasikal yang lebih menitikberatkan pada pemikiran normative mengalami kejayaannya pada tahun 1960-an. Dalam tahun1970an terjadi pergeseran pendekatan dalam penelitian akuntansi dalam penelitian akuntansi. Alasannya adalah bahwa pendekatan normativ yang telah Berjaya selama satu decade tidak dapat menghasilkan teori akuntansi yang siap dipakai dalam praktek sehari-hari dan adanya “move” dari komuniti peneliti akuntansi yang menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku (behavior). Pendekatan normative mapupun positif hingga saat ini masih mendominasi dalam penelitian akuntansi. Hampir semua menggunakan pendekatan mainstream dengan ciri khas menggunakan model matematis dan pengujian hipotesis walau pendekatan ini pada dasarnya tidak mempercayai dasar filosofi yang digunakan oelh pengikut pendekatan mainstream. Sebagai gantinya, mereka meminjam metodologi dari ilmu-ilmu sosial yang lain seperti filsafat, sosiologi, antropologi untuk memahami akuntansi.

2.       Klasifikasi Metodologi Penelitian
Kerangka pengelompokan yang dikembangkan oleh Burrel dan Morgan (1979) yang mereview dan mengelompokkan penelitian dalam bidang ilmu organisasi menurut teori yang melandasi dan anggapan-anggapan filosofisnya dan dipakai untuk mengelompokkan dan mereview penelitian-penelitian yang berhubungan dengan aspek-aspek sosial dan organisasi manajemen dan akuntansi. Kerangka yang disusun dari dua dimensi independen berdasar atas anggapan-anggapan dari sifat ilmu sosial (ontology, epistemology, aksiologi, sifat manusia dan metofologi) dan sifat masyarakat.

A.      Interpretive
Pendekatan interpretive berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman didalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada diluar mereka. Manusia secara terus-menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain. Tujuan pendekatan interpretive tidak lain adalah menganalisis realitas sosial semacam ini dan bagaimana realitas sosial tersebut terbentuk.

B.      Radical Humanis dan Strukturalis
Dibandingkan dengan pendekatan fungsional dan interpretive, pendekatan radical memandang masyarakat terdiri dari elemen-elemen yang saling bertentangan satu sama lain dan diatur oleh system kekuasaan yang pada gilirannya menimbulkan ketidakadilan dan keterasingan (alienation) dalam segala aspek kehidupan. Pendekatan

3.       Pendekatan Mainstream atau Positivis
A.      Induktivisme
Menurut Chalmers (1991) selama tahun 1920an positivisme telah berkembang menjadi filsafat ilmu dalam bentuk positivisme logis (logical positivism)Teori ini dikembangkan oleh Lingkaran Vieanna (Vieanna circle) yang merupakan kelompok ilmuwan dan filosof yang dipimpin oleh Morizt Schlick. Logical positivism menerima doktrin utama “verification theory of meaning” yang dikembangkan oleh Wittgenstein. Teori verifikasi menyatakan bahwa pernyataan atau proposisi memiliki arti hanya jika mereka dapat diverifikasi secara empiris. Kriteria ini digunakan untuk membedakan antara pernyataan scientific (meaningful) dan pernyataan metafisis (meaningless).
Proses pengambilan kesimpulan umum (universal) yang didasarkan pada hasil observasi dinamakan induksi. Pemakaian induksi untuk membuat suatu kesimpulan umum dapat diterima kebenarannya jika kondisi tertentu dipenuhi, yakni :
-          Jumlah observasi banyak
-          Observasi harus diulang pada kondisi yang luas (berbeda-beda)
-          Hasil observasi tidak ada yang bertentangan dengan teori universal yang dihasilkan
B.      Falsifikasionisme (Falsificationism)
Pendekatan falsifikasi dikembangkan oleh Karl Popper, yang tidak puas dengan pendekatan induktif. Menurut Popper, tujuan penelitian ilmiah adalah untuk membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukannya membuktikan kebenaran hipotesis tersebut. Oleh karena itulah pendekatan ini dinamakan falsifikasionisme. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi Empirisme Logis, Karl Popper menawarkan metode alternative untuk menjustifikasi suatu teori. Proses ilmu berawal dari observasi yang berbenturan denga teori yang ada atau prakonsepsi (preconception). Jika hal itu terjadi, maka kita dihadapkan pada maslaah ilmu pengetahuan. Teori kemudian diajukan untuk memecahkan masalah ini dan hipotesis diuji secara empiris yang tujuannya untuk menolak hipotesis. Jika peramalan teori itu disalahkan (falsify), maka teori tersebut ditolak.
Dengan kata lain, teori menurut pendekatan ini adalah hipotesis yang belum dibuktikan kesalahannya. Teori bukanlah sesuatu yang benar atau factual, tetapi sesuatu yang belum terbukti salah. Jika suatu teori diterima, maka teori tersebu harus menyajikan hipotesis yang mungkin dapat dibuktikan kesalahannya. Menurut Falsifikasionisme ilmu berkembang secara pendugaan (conjecture) dan penolakan (refutation) atau secara trial and error. Tujuan ilmu adalah memecahkan masalah. Pemecahan masalah tadi diwujudkan dalam teori yang mungkin akan disalahkan secara empiris. Teori yang bertahan dan tidak dapat disalahkan akan diterima secara tentative untuk memecahkan masalah.

4.       Teori sebagai Struktur
A.      Riset Program Imre Lakatos
Konsep Lakatos tentang “research programme” beralih dari teori tunggal. Teori dipandang sebagai sebuah struktur yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, dan seperangkat hipotesis tambahan (auxiliary hypothesis) yang khusus didesain untuk melindungi inti teori dari falsifikasi (penolakan). Struktur seperti ini memberikan arahan riset kedepan. Dengan teorinya ini Lakatos percaya bahwa dia menawarkan “a new rational reconstruction of science”.
1). Hard Core dan Negative Heuristic
Hard core merupakan komponen inti dari riset program yang berisi asumsi-asumsi dasar dari riset program yang berisi definisi karakteristik dari program dari berupa hipotesis teoritis secara umum sebagai dasar pengembangan program. Asumsi ini harus diterima untuk melaksanakan riset program dan asumsi ini tidak dapat ditolak atau difalsifikasi. Kesepakatan oleh anggota riset program untuk tidak mempertanyakan hard core ini disebut “negative heuristic”. Hard core tidak boleh ditolak atau dimodifikasi selama pengembangan program tersebut berlangsung.
2). Protective Belt of Auxilary Hypotheses
Hard core dari riset program tidak dapat difalsifikasi dan dilindungi pula oleh “negative heuristic” mereka juga dikelilingi oleh seperangkat asumsi tambahan yang oleh Lakatos disebut “protective belt of auxiliary hypotheses”. Hipotesis tambahan inilah yang perlu mengalami penyesuaian-penyesuaian untuk melindungi hard core.
3). Positive Heuristic
Berlawanan dengan “negative heuristic”, “positive heuristic” merupakan bagian dari riset program yang memberikan arahan bagaimana ilmuwan bekerja di sekeliling protective belt of auxiliary hypotheses. “positive heuristic” mendefinisikan masalah, pembentukan hipotesis tambahan, dan melihat anomaly.
4). Perkembangan dan Kemunduran Riset Program
Lakatos juga menetapkan cara untuk menilai apakah suatu program mengalami perkembangan atau kemunduran.
B.      Paradigma dan Revolusi Thomas Kuhn
Thomas Kuhn (1972) menyadari bahwa pandangan tradisional tentang ilmu, apakah induktivis atau falsifikasionis, semuanya tidak mampu bertahan dalam sejarah. Sejak itu teori Kuhn tentang ilmu kemudian dikembangkan sebagai usaha untuk menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana ia melihatnya. Satu segi utama dari teorinya adalah penekanannya pada sifat revolusioner dari suatu kemajuan ilmiah – revolusi yang membuang suatu struktur teori dan menggantinya dengan yang lain – dan bertentangan dengan yang semula. Segi penting lainnya dari teori Kuhn adalah peranan penting yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologis masyarakat ilmiah.

 5.       Filsafat Ilmu dan Perkembangan Akuntansi
Walaupun filsafat ilmu awalnya digunakan didalam ilmu alam, tetapi saat ini telah dipinjam untuk menjelaskan displin ilmu lain. Falsifikasi terhadap hipotesis berarti ada hubungan antara berbagai variable yang diteliti. Contohnya, Purdy, Smith dan Gray (1969) meneliti pengaruh metode disclosure dalam laporan keuangan yang menyimpang dari standar akuntansi terhadap visibilitas laporan tersebut. Pemakaian hipotesis nol pada awalnya terdapat dalam teori statistic tetapi hipotesis tersebut dapat diinterpretasikan konsisten dengan pandangan Popper. Falsifikasi cenderung lebih objektif dalam penelitian dibandingkan membuktikan kebenaran hipotesis.
Paradigma Kuhn juga sering disinggung dalam literature akuntansi. Wells (1976) dan Flamholtz (1979) berpendapat bahwa revolusi Kuhn sangat tepat untuk digunakan dalam memahami perkembangan akuntansi saat ini. Kuhn mengatakan bahwa revolusi science terjadi dalam lima tahap :
a.       Akumulasi anomaly (pre-science)
b.      Periode krisis
c.       Perkembangan dan perdebatan alternative ide
d.      Identifikasi alternative dari berbagai pandangan
e.      Paradigma baru yang dominan
Wells berusaha mengkaitkan tahapan revolusi dengan akuntansi dan berpendapat bahwa akuntansi berada pada tahap “pre-science” dan selama ini tidak ada paradigm penting yang muncul dan mendominasi akuntansi.
Akuntansi sumber daya manusia merupakan salah satu research programmes yang muncul berdasarkan sudut pandang ekonomi berkaitan dengan aktiva. Research programmes ini dikembangkan atas dasar keyakinan bahwa :
a.       Karyawan adalah salah satu sumber ekonomi yang paling penting bagi entitas
b.      Kegagalan akuntansi dalam mengungkapkan aktiva ini merupakan suatu kelemahan
Dua keyakinan tersebut menunjukkan hard core yaitu negative heuristic dari research programmes. Hard core tersebut dikelilingi berbagai hipotesis/masalah yang ebrkaitan dengan hal sebagai berikut :
a.       Cara terbaik untuk mengimplementasikan akuntansi sumber daya manusia
b.      Bagaimana sumber daya manusia dinilai
c.       Cost untuk mengumpulkan informasi sumber daya manusia
d.      Manfaat penyajian informasi sumber daya manusia dalam laporan keuangan dan lain-lain
Dari berbagai pandangan di atas jelas bahwa dalam perkembangannya akuntansi dapat ditinjau dari berbagai pendekatan dan melibatkan filsafat ilmu yang selama ini sering digunakan dalam ilmu alam.


Kesimpulan yang berbeda ku dapat setelah presentasi bahwa ilmu sifatnya selalu berkembang, bukan berubah-ubah. Mungkin mengambil catatan dari Sang Mahatma Ghandi : Pelaksanaan tugas oleh seseorang sebaiknya tidak tergantung pada pendapat umum. Selama berpegang pada pendirian untuk bertindak sesuai dengan anggapan yang diyakini benar, walau untuk orang lain mungkin tampaknya keliru...
(semoga kamu membaca ini dan kembalilah...) 


^_^


Comments

Popular Posts